Hari Lahir : Kematian dan Harapan

22:35:00


Semenjak duduk di pendidikan dasar, saya yakin akan mati muda. Di periode SD hingga SMP, saya mendapat mimpi berulang, dengan berbagai sudut penceritaan, yang pada intinya menyampaikan pesan bagaimana dan kapan saya akan mati. Mimpi itu tidak membuat saya takut, alih-alih terpacu untuk mencapai & merasakan banyak hal sesegera mungkin. Itu juga alasan saya berkeras menempuh pendidikan secepat yang saya bisa. Beruntung, banyak target yang lolos dari lubang jarum.

Ketakutan akan kematian dahulu hanya muncul ketika sakit asthma saya kambuh. Tetapi mimpi kematian di masa kecil itu pula yang membantu saya berjuang untuk tetap sehat, karena saya percaya bahwa sesak napas bukanlah cara (juga waktu) yang tepat untuk mati.
Saya baru merasa takut mati setelah mengalami keguguran. Kematian itu rasanya melebihi kenyataan, karena ia melewati raga saya, tapi juga bukan nyawa saya sendiri yang tercabut. Ia membuahkan kekosongan yang sulit digambarkan. Sunyi yang hadir, memaksa kepala terus berputar & berpikir.

Dunia seakan kehilangan pesonanya. Fana, yang dulu hanya sebuah kata dengan fungsi adjektif, sekarang maujud atau mewujud menjadi dunia itu sendiri. Everything changes sublimely, and nothing really matters at the end. Not a mountain of penny, nor bunch of lovers. Not the titles behind your name, nor the beauty, the fame, the stories, the trip, the pictures you did to raise your chin up.

Yang menjadi berharga adalah bagaimana kita memberdayakan waktu itu sendiri, dengan orang-orang yang mencintai kita, menghargai perjuangan & perjalanan yang telah ditempuh.

Di titik itulah saya mulai memahami mengapa saya merasa sangat kehilangan terhadap sosok anak, yang bahkan belum sepenuhnya dititipkan. Ketika dunia terasa melelahkan, jahat, tak sesuai dengan keinginan kita, pun menyedihkan: anak menjadi harapan. Ia adalah harapan dan juga alasan untuk tiap-tiap orang tua mengusahakan dunia ini lebih baik, lebih nyaman untuk ia bertumbuh kembang. Menjadi pecut paling keras dalam bekerja, berusaha, berdakwah. Menjadi pewaris dari kebaikan dan kebajikan.

Karena perihal keturunan pula, saya untuk pertama kali memohon dengan tulus agar dipanjangkan umur ini. Saya telah mulai berharap agar mampu mendidik hingga menikahkan mereka. Itu (saja). Semoga Ia tak pernah jengah dengan perubahan hati hambaNya.

Amin.

You Might Also Like

0 comments